Baru-baru ini dunia bisnis dan perbankan dihebohkan dengan diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Pasalnya, di peraturan tersebut ada perubahan yang cukup menggemparkan terkait dengan pengelompokan bank umum yang tak lagi didasarkan pada kegiatan usaha, tetapi pada modal inti. Apa sebenarnya esensi dan tujuan dari peraturan tersebut serta bagaimana implementasinya? Simak uraian selengkapnya berikut ini.

Setiap bisnis pastilah memiliki modal sebagai sumber daya finansial yang wajib hukumnya. Demikian pula dalam bisnis di industri perbankan. Modal inti dalam perbankan dapat dipahami sebagai modal yang disetor oleh para pemilik bank dan modal yang bersumber dari cadangan yang dibentuk serta masih ditambah dengan laba yang ditahan. Jadi, modal inti bank merupakan akumulasi dari modal disetor, cadangan yang dibentuk, dan laba ditahan.

Ditinjau dari komposisinya, komponen terbesar dari modal inti adalah modal saham yang disetor. Sementara selebihnya tergantung pada laba yang diperoleh dan kebijakan yang diambil dan disepakati dalam rapat umum pemegang saham.

Redefinisi pengelompokan bank umum

Sebagaimana diketahui bersama bahwa pengelompokan bank umum didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Penggunaan istilah BUKU dalam penggolongan bank umum ini bertujuan untuk mendorong konsolidasi, karena pengajuan kegiatan usaha sering kali dikaitkan dengan modal inti. Permasalahannya, modal inti pada bank golongan BUKU I dianggap belum cukup untuk membuat kegiatan usaha atau produk bank tertentu.

Sebelumnya skema pengelompokan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) ditentukan sebagai berikut.

Industri perbankan yang semakin berkembang baik dari segi teknologi dan layanan, penggolongan bank tersebut dirasa tidak lagi relevan. Selain itu, sering menjadi penghambat bisnis bank bertumbuh sesuai yang diharapkan, karena terbentur aturan modal inti. Sebab itu, OJK melakukan redefinisi atau perubahan pengelompokan bank umum yang sebelumnya menggunakan istilah BUKU menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).

Adakah perbedaan mendasar atas perubahan pengelompokan bank umum tersebut? Jelas ada. Jika pada peraturan sebelumnya bank umum dikelompokkan berdasarkan kegiatan usahanya, sekarang didasarkan pada modal intinya. Pengelompokan bank umum menurut peraturan terbaru tetap digolongkan menjadi empat kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI), dengan pembagian sebagai berikut.

Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu:

Ketentuan KBMI berlaku bagi bank umum berbadan hukum Indonesia, kantor cabang berkedudukan di luar negeri (KCBLN), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah, dan unit usaha syariah bank. Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.

Tujuan perubahan pengelompokan bank umum

OJK melakukan perubahan pengelompokan bank umum tentu saja memiliki tujuan tertentu. Secara umum, tujuan dari perubahan tersebut lebih mengacu pada kepentingan prudensial internal OJK. Meski terdapat perubahan pada modal inti, namun tidak ada bank yang naik atau turun kelas. Artinya, perubahan kelompok bank berdasarkan modal inti tidak berpengaruh pada ‘strata’ masing-masing bank.

Pada prinsipnya, aturan modal inti tetap Rp 3 triliun. Ketika kegiatan usaha bank mengalami kemajuan yang pesat, maka secara otomatis modal akan bertambah seiring dengan perkembangan teknologi, karena teknologi membutuhkan modal.

Bicara tentang teknologi digital, dulu bank umum yang termasuk dalam kategori BUKU I dibatasi dalam membuat produk yang berkaitan dengan digital. Harapannya, bank terkait bersedia untuk menambah modal inti sehingga mengalami kenaikan BUKU. Sayangnya, harapan tersebut tidak terealisasi karena tak lagi relevan dengan kondisi dan perubahan zaman. Oleh sebab itu, OJK mengambil langkah mengubah kelompok bank umum berdasarkan modal inti. Perubahan ini dinilai merupakan langkah tepat, karena tidak lagi mengaitkan dengan kegiatan usaha jaringan bisnis bank, sehingga modal inti antara bank yang satu dengan bank yang lain tidak terlalu jauh.

Selain untuk kepentingan prudensial internal OJK, perubahan pengelompokan bank umum juga bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan yang efektif dan pengawasan yang efisien. Penetapan nilai modal inti pada masing-masing kategori atau kelompok telah melalui kajian akademis dan menyesuaikan dengan praktik perbankan di negara lain.

Implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum

Dalam implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum, OJK tidak menuntut bank segera menyesuaikan modal intinya sesuai dengan KBMI. Hal ini dimaksudkan agar OJK dapat menentukan kelompok bank secara tepat. Ke depannya, OJK akan mengawasi kelompok bank berdasarkan modal inti masing-masing bank di setiap kelas.

OJK mengevaluasi peraturan sebelumnya saat bank dikelompokkan berdasarkan kegiatan usaha, di mana konsolidasi bank tidak terealisasi meski aturan tersebut telah diimplementasikan bertahun-tahun, bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan yang signifikan. Dalam implementasinya justru timbul masalah ketika terjadi perubahan peta bisnis bank yang menuju ke arah digitalisasi.

Syarat pengembangan atau ekspansi kegiatan usaha yang didasarkan modal inti sering kali menjadi kendala bank untuk maju dan berkembang. Tidak sedikit bank yang memiliki manajemen risiko bagus tetapi sulit bertumbuh karena terbentur aturan permodalan. Hal ini mengakibatkan bank-bank kecil mengalami stagnasi, karena tujuannya untuk bisa menjadi bank besar terhambat aturan modal.

Dengan mempertimbangkan kendala dan permasalahan yang timbul pada implementasi peraturan sebelumnya, OJK mencabut kelompok bank BUKU dan mengubahnya menjadi KBMI. Harapannya, bank-bank yang memiliki manajemen risiko bagus menurut regulator, bisa mengajukan perizinan baru untuk penambahan produk atau layanan.

Demikianlah artikel tentang Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI), semoga bermanfaat bagi Anda semua.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Lndwdi1ibG9jay1sb29wLWl0ZW1bZGF0YS10b29sc2V0LXZpZXdzLXZpZXctdGVtcGxhdGUtYmxvY2s9ImY0OWEyNDJkNWVhZDI3MDljNzc2NTJiM2YwOTM3MDcxIl0geyBmb250LXNpemU6IDEzcHg7IH0g

Tanggal: 30 Juli 2021

Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti yang selanjutnya disingkat KBMI adalah pengelompokan bank yang didasarkan pada Modal Inti yang dimiliki.

Akses Premium Bebas Iklan

Dapatkan akses bebas iklan dan fitur spesial premium lainnya hanya dengan Rp50.000/tahun

Klik di sini untuk informasi selengkapnya

Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan perubahan klasifikasi bank dari bank umum kegiatan usaha (BUKU) menjadi kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) tidak mewajibkan penyesuaian modal inti menjadi Rp 6 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan, aturan modal inti minimum perbankan yang akan berlaku tetap Rp 3 triliun. Modal minimal ini wajib dipenuhi pada tahun 2022 dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) diberi kelonggaran hingga tahun 2024.

"Pengelompokan KBMI ini sebetulnya hanya untuk kepentingan prudensial OJK, lebih ke dalam. Aturan modal inti tetap Rp 3 triliun. Kalau dalam perkembangannya sangat cepat maka bank akan secara alamiah tambah modal karena digitalisasi butuh teknologi dan teknologi membutuhkan modal," jelas Heru dalam paparan virtual, Senin (23/8).

OJK telah melakukan redefinisi pengelompokan Bank Umum dari sebelumnya BUKU menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Hal tersebut terdapat dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum.

Kelompok KBMI 1 memiliki modal inti sampai dengan Rp 6 triliun, KBMI 2 punya modal inti di atas Rp 6 triliun sampai dengan Rp14 triliun; KBMI 3 modal inti dari Rp14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun, dan KBMI 4 modal intinya di atas Rp 70 triliun.

Baca Juga: Investor asing masih berburu bank di Indonesia

Heru juga menegaskan, tidak ada bank yang turun atau naik kelas terkait dengan pengelompokan baru tersebut.

Dulunya, pengelompokan bank dilakukan berdasarkan BUKU dengan tujuan mendorong konsolidasi. Bank BUKU I dibatasi dalam membuat produk yang berkaitan dengan digital dengan harapan bank mau menambah modal agar naik BUKU.

Namun dalam perkembangannya, tujuan OJK tersebut tidak tercapai. Oleh karena itu, OJK memutuskan untuk melakukan perubahan dengan KBMI yang tujuannya agar dapat membuat klaster bank itu menjadi lebih tepat sehingga modal inti itu tidak terlalu jauh antara bank satu dan bank lain.

"Ini sebetulnya hanya untuk kepentingan prudensial OJK, lebih ke dalam, untuk kepentingan bagaimana kita membuat klastering lebih tepat antara bank-bank yang modal intinya sangat-sangat jauh, keperluan statistik dan ketepatan pengelompokkan bank sesuai peer-nya," kata dia.

Selain itu, pengelompokkan baru ini juga bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien.

Adapun angka-angka pengelompokan baru tersebut sudah melaui kajian akademis dan menyesuaikan dengan best practice di negara lain.

"Pengelompokan ini betul-betul kami siapkan, kami kaji sangat panjang, sehingga kami akhirnya mengeluarkan angka-angka seperti itu," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk Editor: Herlina Kartika Dewi

ILUSTRASI. OJK memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun. KONTAN/Cheppy A. Muchlis

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski secara industri likuiditas perbankan cukup memadai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk Bank Umum Konvensional (BUK) KBMI 1 (kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun) tertentu.

"OJK meminta Bank pada kategori tersebut untuk melakukan pemantauan, pemenuhan rasio minimal dan penyampaian laporan terkait rasio likuiditas," ujar  ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara secara virtual pada Senin (27/2).

Ia menyatakan kelompok bank KBMI 1 alias bermodal inti kurang dari Rp 6 triliun ini dapat diperbandingkan dan mengacu pada standar internasional. Standar tersebut berupa Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang berlaku untuk posisi data Maret 2023 melalui sistem pelaporan OJK.

Baca Juga: Pasca Merger, Aset Bank MNC (BABP) dan Nobu Bank (NOBU) Bisa Lebih dari Rp 37,98 T

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan likuiditas perbankan masih di atas treshold dan terjaga. Rasio likuiditas memadai, ditunjukkan dari Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 112,64% pada Januari 2023 sedangkan Desember 2022 di level 137,67%.

Sedangkan Alat Likuid terhadap DPK di level 29,20% di Januari 2023 sedangkan Desember 2022 pada 31,20%.

"Selama masih jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50% dan 10%," tambahnya.

Ia menyatakan kredit perbankan tumbuh 10,53% secara tahunan menjadi Rp 6.311 triliun per Januari 2023. Utamanya ditopang oleh kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 12,61% dan 10,3% secara tahunan.

"Secara bulanan, nominal kredit perbankan pada Januari 2023 turun 1,7% atau Rp 112,68 triliun yang merupakan siklus tahunan di awal tahun,” ujarnya.

Baca Juga: OJK: Kredit Perbankan Tumbuh 10,53% Menjadi Rp 6.311 Triliun Pada Januari 2023

Semetara itu, dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami pertumbuhan 8,03% secara tahunan menjadi Rp 7.954 triliun di Januari 2023. Giro menjadi penopang pertumbuhan DPK.

"Secara bulanan, DPK perbankan pada Januari turun 2,45% atau turun Rp 199,77 triliun," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Maizal Walfajri Editor: Herlina Kartika Dewi

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran KBMI II, atau bank yang masuk kelompok modal inti lebih dari Rp 6 triliun sampai Rp 14 triliun menunjukkan optimismenya dapat mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan di awal.

PT BPD Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) misalnya, optimisme bank ini tidak berubah untuk mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 di kisaran 9%-11%.

"Untuk target bisnis sesuai rencana bisnis masih on track, kami melihat bisnis terus bertumbuh, termasuk di kuartal terakhir tahun ini, sesuai guidance kami 9%-11% YoY," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan belum lama ini.

Optimisme tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan Bank BJB per Agustus 2023, dimana penyaluran kredit tercatat sudah mencapai Rp 114,94 triliun, atau tumbuh 10,6% YoY dari Rp 103,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?

Yuddy menyebut melihat perkembangan dan potensi pertumbuhan kredit yang ada tersebut pihaknya memproyeksikan target dapat dapat tercapai hingga akhir tahun.

Adapun secara absolut nominal, Yuddy menyebut segmen konsumer dan korporasi menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan kredit Bank BJB. Meski begitu dirinya mengatakan kredit segmen korporasi pertumbuhannya tidak seoptimis proyeksi mereka di awal tahun.

"Ini karena berbagai kondisi makro juga memperhatikan kondisi kas yang masih cukup besar dimiliki oleh korporasi untuk mendukung aktivitas operasional dan modal kerjanya, juga suku bunga yang masih tinggi saat ini," kata Yuddy.

Di sisi lain, Yuddy melihat kredit segmen KPR masih memiliki permintaannya cukup tinggi, terutama untuk kredit rumah subsidi.

Lebih lanjut, Yuddy bilang segmen konsumer dan ritel juga pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal pertama 2023, sehingga ke depan akan mampu membantu dalam pencapaian target pertumbuhan kredit di akhir tahun 2023.

Senada, PT Bank KB Bukopin Tbk juga optimis untuk mencapai pertumbuhan positif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2023.  Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong mengatakan pihaknya terus mengupayakan ekspansi penyaluran kredit sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis bank.

"Kami melihat potensi yang besar dalam segmen wholesale (korporasi) sehingga saat ini, segmen ini menjadi fokus kami sambil tetap mendukung pertumbuhan segmen small medium enterprise (SME) dan ritel," kata Robby kepada Kontan, Senin (23/10).

Robby menyebut dengan strategi tersebut, pihaknya percaya bahwa target pertumbuhan kredit sekitar 5%-6% YoY dapat tercapai hingga akhir tahun, dan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bank KB Bukopin yang berkelanjutan di masa mendatang.

Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan

Meski tidak menyebut rincian berapa besar kredit yang sudah disalurkan hingga Agustus/September, namun Robby bilang capaian perseroan hingga saat ini menunjukkan perkembangan positif.

"Pada semester pertama tahun 2023, kami mencatat pertumbuhan kredit baru yang signifikan, meningkat hingga 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.

Segmen korporasi atau wholesale banking menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit yang signifikan di Bank KB Bukopin hingga saat ini.

Adapun strategi Bank KB Bukopin untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai RBB, yakni dengan berfokus pada segmen korporasi atau wholesale terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh cross-selling dengan penyaluran kredit pada segmen SME dan ritel.

Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Tendi Mahadi